Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Dua hari yang lalu, saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi Kompleks Candi Prambanan. Alhamdulillah, walau sempat hujan lebat, kami tetap dapat menikmati pemandangan di sana.
Sementara ibu dan adik-adik masuk ke dalam candi, kalau tidak salah ke Candi Apit, saya mengambil beberapa gambar. Saya kemudian melihat bapak hanya terdiam memandangi Candi Siwa, candi terbesar di kompleks candi. Saya pun mendekati beliau dan memasang wajah, "why so serious?"
Sementara ibu dan adik-adik masuk ke dalam candi, kalau tidak salah ke Candi Apit, saya mengambil beberapa gambar. Saya kemudian melihat bapak hanya terdiam memandangi Candi Siwa, candi terbesar di kompleks candi. Saya pun mendekati beliau dan memasang wajah, "why so serious?"
"Orang-orang zaman dulu bikin bangunan tinggi seperti ini supaya bisa sampai langit." kata Bapak.
Saya terdiam, berusaha memahami ucapan Bapak sambil mengamati bangunan di depan kami itu.
"Lihat batu-batunya, besar-besar dan bisa tersusun rapi seperti itu, bikin seperti ini kan nggak gampang! Begitu mempersungguhnya mereka bikin bangunan seperti ini karena mereka ingin masuk surga,"
Saya tertegun. "Kok bapak berpikir sampai situ?"
"Ya iyalah, kamu pikir bikin bangunan seperti ini untuk main-main? Mereka bikin candi seperti ini kan untuk ibadah, persembahan untuk para dewa, ya karena mereka pun ingin masuk surga. Mereka ngerti tujuan mereka hidup itu untuk nyari surga, seperti kita juga."
Bapak lalu diam, membiarkan saya menyimpulkan sendiri apa yang beliau katakan.
Saya pun akhirnya tidak berkata lagi. Hanya memandangi candi terbesar yang angkuh berdiri di hadapan kami.
Dalam hati saya mengambil kesimpulan atas apa yang bapak katakan, terlepas dari cerita Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso yang melegenda itu.
Ini adalah hasil mempersungguhnya orang dahulu untuk mencari wajah Tuhannya, begitu kata hati saya.
Surga Allah, it's something worth fighting for. Sudahkah saya mempersungguh untuk mendapatkannya dan mencari wajah Allah?
Mendadak saya malu. Pada kesempatan seperti itu, umumnya orang, termasuk saya,
hanya sekadar menikmati megahnya candi-candi dan pemandangan di sekitar. Tapi bapak? Beliau mengingatkan bahwa di sekitar kita, banyak sekali tanda-tanda keagungan Allah, banyak sekali saksi penghambaan manusia terhadap Sang Pencipta.
Wisata ke Prambanan kali ini, saya diingatkan pada dua hal. Yang pertama, tentu saja tentang mempersungguh. Karena tujuan kita hidup adalah masuk surga selamat dari neraka, dan itu adalah sesuatu yang layak diperjuangkan, maka kita harus lebih sungguh-sungguh dalam memperjuangkannya.
Kedua, sebagai orang iman, kita dianjurkan untuk selalu membuat momen-momen yang kita lalui menjadi berarti dan penuh hikmah.
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh ia telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal. (Q.S. Albaqarah: 269)
Mempersungguh, dan mengambil hikmah. Keduanya memang berbeda, namun, sama-sama menjadi bagian dari pelayanan kita sebagai hamba pada Allah.
Mempersungguh, dan mengambil hikmah. Keduanya memang berbeda, namun, sama-sama menjadi bagian dari pelayanan kita sebagai hamba pada Allah.
Semoga cerita saya kali ini bermanfaat.
nice post nab..
ReplyDeleteak mw tw, bgmn caranya nulis Quran dan Hadits di blog?
apa kmu pny softcopy nya? atw mmg ngetik sendiri?
kalo yang Quran, di internet ada, bisa dicopy. Kalo hadits aku ngetik sendiri
ReplyDeletehmm, bagus deh klo gtu. rasa tw mu sgt besar, mk b'hati2 dg ilmu yg gk jelas, krn 'org yg terpengaruh itu' dr situ.
ReplyDelete