Saudariku, Ayo Berhijab!


Aku mendapatkan gambar ini dari seorang teman. Aku sangat berterima kasih padanya karena ia begitu peduli dengan wanita, khususnya cara kami berpakaian. pertama kali melihat gambar itu, aku tertawa. Itu loh, visualisasi wanita yang tidak berhijab. Lucu sekali penggambarannya, bahkan di situ digambarkan sambil bergaya, berbeda dengan gambar wanita berhijab yang berdiri dengan sopan. Gambar itu benar-benar jujur, menggambarkan realita yang ada bahwa masih banyak teman-teman kita yang masih berpakaian seperti itu.
Tapi yang bikin gambar itu sangat lucu buatku, aku seperti melihat diriku beberapa tahun yang lalu. Sebenarnya orang tua telah mengajarkanku berpakaian yang benar sesuai syariat. Ibuku memberi contoh dengan menggunakan pakaian yang benar juga. Beliau selalu memilih dan memakai pakaian yang longgar. Yaa, walaupun beliau tidak menyukai rok, beliau selalu memastikan memakai celana panjang yang lebar dan tidak ketat. beliau juga memakai blus yang panjang menutupi paha. Sementara Bapak, semenjak aku memutuskan untuk berjilbab ketika kelas 4 SD, bapak selalu membelikanku pakaian yang pantas dan sesuai syariat: longgar dan tidak menerawang. Beliau bahkan tak jarang menyertaiku ketika aku hendak membeli pakaian baru.
Aku pun bertambah usia, dan seiring waktu berlalu, Bapak mungkin berpikir aku sudah dewasa, sehingga beliau tidak lagi menentukan pakaian-pakaian yang harus aku kenakan. Akulah sendiri yang harus menentukan sendiri. Awalnya kupikir itu tidak masalah, toh aku rasa aku tahu bagaimana cara berpakaian yang baik.
Tetapi ketika di SMA, sekitar kelas sebelas atau dua belas, aku diejek temanku karena pakaianku. Mereka bilang pakaianku kuno dan terlihat seperti bu-ibu. Mungkin karena pengaruh pergaulan, akhirnya aku mulai berani memakai celana jins ketat. Yaa walaupun aku masih memakai blus panjang yang menutup paha. Kadang-kadang aku sendiri merasa tidak nyaman dengan pakaian itu, tapi aku sungguh benci diejek teman-teman karena pakaianku. Benar-benar aku telah menjadi korban mode.
Tapi semuanya berubah ketika aku lulus danpindah ke lingkungan yang baru. Aku berkenalan dengan seorang teman yang pakaiannya islami, longgar, ia selalu menggunakan rok panjang. Suatu hari ia pernah berkata, kalau kita tidak dapat menjaga aurat kita, maka itu akan menimbulkan dosa bagi diri kita sendiri dan bagi orang yang melihatnya.
Dari situ aku menyadari pentingnya berhijab, menutup aurat, dan itu adalah sebuah keharusan. Dan untuk pertama kalinya, aku mengerti mengapa Ibu dan Bapak begitu cerewet dalam mengatur urusan berpakaian kami, anak-anaknya.
Sejujurnya, aku belum bisa dikatakan telah berhijab dengan sempurna seperti dalam gambar itu. Ya, aku Cuma punya satu gamis. Tapi aku berusaha berpakaian sesuai syariat. Aku tak lagi memakai celana jinsku yang ketat itu. Aku mulai memakai rok panjang yang dipadu dengan blus atau kaus yang longgar. Saat ini aku sedang mencoba menggunakan jilbab yang lebih lebar. Walau sempat ditertawakan dan diangap berlebihan, aku tetap ingin melakukan apa yang menurutku benar.
Aku sungguh berterima kasih pada orang tuaku, karena dengan didikan dan tuntunan mereka sedari kecil, aku tidak terlalu kesulitan untuk berusaha berhijab. Karena terbiasa, barangkali. Juga pada temanku yang mengigatkanku pentingnya menutup aurat. Sungguh suatu nikmat dari Allah aku dipertemukan dengan teman-teman yang begitu baik dan membawa kebaikan.
Saudariku, mungkin kalian menganggap ini berlebihan. Tapi semua yang kulakukan saat ini tak lebih bahwa aku ingin menutup aurat seperti yang Allah ajarkan pada kita. aku ingin jadi muslimah sejati, dimulai dari cara berpakaian kita. Aku lebih bahagia kalau kalian pun memiliki pikiran yang sama sehingga kita bisa mencapai surga bersama-sama pula.

See translation on this page.

No comments:

Post a Comment

Berbagi tak pernah rugi, bagilah ilmu Anda kepada kami. :)

    • Popular
    • Categories
    • Archives