Undangan Ke Jurjani
Sangat kerasan ia berada di kota Bukhara, berada dalam lingkungan pakar dan ilmuwan. Dengan banyak kerja sama dengan mereka dan tukar pikiran, kematangan otaknya, semakin meningkat. Demikian betah Al-Biruni berada di kota ini. Hingga suatu ketika ia mendapat tawaran untuk bekerja sama dengan Amir (pemimpin) Syamsul Ma’ali Qobus bin Wasykamir. Dia adalah seorang penguasa Az-Zayariyin, suatu kerajaan kecil yang berada di sebelah selatan Laut Qezwin.
Amir tersebut saat itu sedang terusir dari ibukota kerajaannya, Jurjani. Banyak kerajaan ketika itu saling bertikai, saling menumbangkan dan merebut wilayah kekuasaan. Demikian pula kiranya yang terjadi pada Az-Zayariyin. Angkatan bersenjata dalam kerajaan itu bergolak, membrontak terhadap amir Syamsul Ma’ali Qobus. Tentu saja sang Raja tidak tinggal diam. Ia mencari dukungan dari wilayah lain untuk mengusir para pemberontak. Dan satu kerajaan yang dapat diajak kerja sama untuk menumbangkan kekuasaan militer yang hendak meng-cup de’tat adalah Al-Manshur.
Sementara para ilmuwan yang berada di bawah lindungan Raja Al-Manshur demikian bersemangat mengembangkan berbagai penelitiannya. Tak terusik mereka akan berita-berita kekacauan berbagai kerajaan. Tetapi sebaliknya kehebatan mereka banyak diincar oleh para penguasa untuk mengembangkan pembangunan ilmu di negara-negaranya. Termasuk Al-Biruni dan Ibnu Sina yang saat itu telah demikian terkenal. Amir Syamsul Ma’ali Qobus berusaha membujuk agar mereka bersedia menetap di Jurjani. Mereka akan diberi fasilitas dan perlindungan. Tetapi sayang, permintaan Raja tersebut tidak dapat dipenuhi, sebab dua pakar itu telah berjanji kepada penduduk As-Samani untuk mempersembahkan buah-buah ilmunya. Tak kenal lelah mereka semakin giat mengkaji, mengamati, berdiskusi, berdialog, dan membuat tulisan-tulisan ilmiah, juga menulis buku-buku.
Tetapi tak disangka, suatu kejadian membuat tekad mereka berubah. Raja yang melindungi dan menopang kerja para ilmuwan selama ini dengan berbagai fasilitas dan motivasi, wafat. Yah, Al-Manshur dipanggil Yang Maha Kuasa untuk hijrah kealam baka. Sepeninggal Raja yang arif tersebut, kerajaan As-Samaniah kian melemah bahkan sempat mengalami krisis. Kerajaan yang semula tak suka bertikai itu kemudian dilibatkan dalam kancah peperangan yang saat ini semakin melebar. As-Samaniah terlibat dalam peperangan di Khurasan (sekarang Afganistan), hingga akhirnya amir Subaktakain penguasa Ghaznah berhaisl mendirikan negara (kerajaan) Ghaznawi di Khurasan. Bahkan bersama Mahmud, puteranya, ia mengembangkan wilayah kekuasaanya sampai Bukhara, Jurjani, dan India. Berbagai jalan dan taktik ia pakai. Jalan damai maupun perang.
Situasi pertikaian negara-negara itu mempengaruhi ketenangan para ilmuwan dalam mengembangkan penelitiannya. Lebih-lebih bagi Al-Biruni dan Ibnu Sina yang sekarang kota tempatnya selama ini sebagai kota tenang telah terlibat dalam kancah peperangan. Bahkan telah jatuh ke penguasa baru. Karena itu mereka berdua memutuskan untuk menemui Amir (Raja) Syamsul Ma’ali, yang dulu pernah menawarkan kerjasama dengan mereka. Bersama keluarga, mereka pun berangkat ke kota tujuan, Jurjani. Mencari kemungkinan baru di sana.
Di Negara Jurjani
Tibalah mereka berdua di istana Raja Syamsul Ma’ali di Jurjani. Di sini mereka bertemu dengan pakar lain bernama Abu Sahal Al-Masihi yang beragama Kristen. Sebagaimana di tempat lain, raja ini pun segera memperkenalkan Al-Biruni kepada para ilmuwan Jurjani, sehingga kedatangan Al-Biruni dan Ibnu sina semakin menambah barisan ilmuwan yang telah ada.
Sebagai ilmuwan, ia tak memiliki sesuatu yang snagat berharga selain buku-buku. Karena itu pula kepada Raja Syamsul Ma’ali ia mempersembahkan sebuah karyanya yang ia tulis dengan segala kesungguhan, sebuah buku berjudul “Al-Atsar Al-Baqiyah Minal Umami Al-Khaliyah”. Dalam bahasa kita, artinya “ Peninggalan-peninggalan dari bangsa yang telah sirna”. Satu lagi buku yang dipersembahkan kepada Sang Raja adalah karangan lain mengenai perhitungan desimal, pengamatan bintang, dan teropong yang dipakai para astronom untuk mengetahui ketinggian bintang dan planet. Bagi Sang Raja, hadiah buku seperti itu sungguh tinggi nilainya dari barang lain. Karena itu ia sangat menghargai pemberian Al-Biruni.
Hari-hari selanjutnya ia pun sibuk dengan tugas-tugasnya. Kemudian berhasil membuat prediksi atau ramalan berdasarkan berbagai perhitungan secara ilmiah bahwa akan ada gerhana bulan di Jurjani pada bulan Juni mendatang. Untuk persiapan pengamatan terhadap kejadian alam yang hebat itu, ia pun tenggelam dalam kesibukan mempersiapkan segala sesuatunya yang bermanfaat bagi pengamatan nanti.
Prestasi ilmiah Al-Biruni begitu menggema. Karena itu dia dikenal oleh banyak negarawan. Termasuk oleh Al-Amir (Raja) Al-Ma’mun bin ma’mun yang saat itu menggantikan kedudukan ayahandanya, sebagai raja Al-Khawarizmi. Kepada Al-Biruni raja ini meminta untuk membuat perhitungan garis bujur suatu tempat tertentu dengan perhitungan geografis. Tempat yang dimaksud adalah daerah yang berada di padang pasir, sebelah timur Laut Qezwin. Segala permintaan para raja ini merupakan tantangan bagi Al-Biruni. Karena itu tiada pernah ia menolak, bahkan ia merasa semua itu sebagai sarana untuk mendapatkan kemajuan bagi pengetahuannya. Dan tentu Al-Biruni segera melaksanakannya. Tetapi di luar sadarnya ternyata sikapnya ini tidak disenangi oleh Amir Syamsul Ma’ali. Beliau merasa tak suka bila Al-Biruni mengabdikan ilmunya kepada Raja Al-Ma’mun. demi Amir Syamsul Ma’ali yang selama ini senantiasa memberi semangat, fasilitas, dan perlindungan kepadanya, ia pun menghentikan pekerjaannya.
Sedang dua sahabatnya yang lain, yakni Ibnu Sina dan Abi Sahli bertekad untuk pindah ke Hamdan. Kepindahan itu didasarkan atas undangan Al-Amir Syamsuddaulah, Raja Hamadan. Ibnu Sina diminta oleh Raja tersebut untuk menduduki jabatan perdana menteri. Rasanya antara Al-Biruni dengan dua pakar tersebut belum puas persahabatannya. Tetapi karena panggilan lain, terpaksalah mereka berpisah. Mereka saling janji untuk mengirim kabar, dan senantiasa kontak agar tukar pandangan terus berjalan. Juga berjanji untuk saling dialog masalah-masalah ilmiah walau jaraknya berjauhan.
Sebenarnya dua sahabt itu membujuk Al-Biruni untuk ikut serta. Apalagi melihat situasi kerajaan yang semakin terguncang. Kerajaan Zayyariyah tampak hampir runtuh dan panglima perangnya mengadakan pemberontakan terhadap Raja Syamsul Ma’ali. Al-Biruni sangat cinta terhadap tanah airnya. Ia memilih bertahan di situ dan mengucapkan selamat jalan bagi kedua sahabat tersebut.
Perpisahan di antara mereka belumlah lama. Sebagaimana janji yang dikatakan, bahwa mereka bertiga akan selalu mengadakan kontak. Lewat apa pun. Tetapi surat pertama yang dating dari Ibnu Sina untuk Al-Biruni adalah berita duka cita. Abu Sahil Al-Masihi seorang ilmuwan beragama Nasrani yang selama ini merupakan sahabat yang baik, meninggal dunia. Ia meninggal saat dalam perjalanan melintasi padang pasir menuju Hamadan. Perpisahan abadi itu membuat Al-Biruni sangat kehilangan. Ia bersedih, tetapi bagaimanapun itu tak bisa disesali.
Tujuh tahun AL-Biruni menetap di Jurjani. Situasi kota tersebut semakin tak karuan. Pemberontakan senantiasa terjadi yang didalangi angkatan bersenjata. Akhirnya kekuasaan Raja Syamsul Ma’ali benar-benar terguling. Hal ini membuat tidak aman bagi Al-Biruni. Segera Al-Biruni tanpa menunggu waktu lama-lama lagi menuju ibukota yang baru dari kerajaan Al-Khawarizmi.
Institut Ilmu Pengetahuan
Ibukota baru bagi kerajaan Khawarizmi itu adalah Jurjani. Sampai pula Al-Biruni di kota Jurjani dengan melalui perjalanan yang liku-liku. Kedatangan Al-Biruni terdengar oleh Amir atau Raja Al-Amir Al-Ma’mun. pakar muslim ini disambut oleh raja dengan gembira. Bahkan kemudian diangkatnya menjadi guru besar pada Institut itu filosof besar Ibnu Maskawaih seorang ahli matematika dan astronomi, dan Abdush-Shamad bin Abdush-Shamad Al-Hakim, seorang yang sangat bijaksana. Dua ahli itu tak lain adalah guru Al-Biruni dulu di kala muda.
Betapa ini semakin menyenangkan dan menyemangatkan Al-Biruni untuk terus mengabdikan diri dalam dunia ilmu pengetahuan. Dengan adanya dua gurunya tersebut Al-Biruni merasa sangat senang. Sebab disamping sebagai pelepas rindu kepada keduanya, dialog-dialog ilmiah akan terus dapat berlangsung semaki meningkat. Dari hari ke hari mereka senantiasa mendiskusikan berbagai problem ilmu pengetahuan yang ditemui.
Terjalin kemudian persahabatan intim antara Al-Biruni dengan Pangeran Abul Abbas, saudar kandung Raja Khawarizmi. Berkat persahabatan tersebut, Abu Raihan yang kemudian dikenal Al-Biruni mendapat suatu kedudukan di istana. Bahkan melebihi kedudukan Pangeran Abul Abbas sendiri yang putra pangeran. Pakar astronomi dan botani ini sangat dekat hubungannya dengan Raja Al-Ma’mun bin Al-Ma’mun.
Hal ini tak mengherankan. Raja Al-Ma’mun bin Al-Ma’mun adalah negarawan yang sangat cinta terhadap ilmu pengetahuan. Karena itu pun sangat mengenal tingkat intelektual Al-Biruni. Ia kemudian tak segan-segan untuk mengangkat cendikiawan itu menjadi penasihat politiknya. Dengan segala kelembutan dan keramahan, sang Raja senantiasa mengajak dialog pakar islam, Al-Biruni.
Dunia baru dimasuki oleh Al-Biruni.semula ia hanya peduli pada masalah-masalah ilmu murni. Ia hanya menekuni segala sesuatu penelitian yang berkaitan dengan ilmu falak atau perbintangan, sehingga dikenal sebagai pakar astronomi. Ia hanya senang mengotak-atik tetumbuhan sehingga terkenal sebagai ahli botani. Ia tak memikirkan masalah di luar ilmu pengetahuan. Bidang politik, dan pemerintahan sama sekali tak menjadi minatnya. Namun berkat perkembangan zaman, ia terbawa juga pada dunia politik. Berkat kehebatan diplomasi, kejernihan pemikiran dan kelancarannya berbicara juga kemampuannya berargumentasi, Al Ma’mun bin Ma’mun raja Khawarizmi menyerahkan urusan politik kerajaannya kepada Al-Biruni.
Mulailah pakar botani dan astronomi ini disibukkan dunia politik sehingga menyita banyak kesempatan ilmiahnya. Walaupun demikian sibuk, dasar seorang pakar, ia sempat pula mendirikan observatorium besar di Jurjani untuk pengamatan ketinggian matahari diwaktu-waktu kulminasi. Ia sempat memanfaatkan alat itu sebanyak lima belas kali. Disamping itu, sempat pula Al-Biruni membuat suatu globe yang berdiameter 10 depa. Dengan ciptannya yang baru ini, ia berhasil memecahkan problem pribadinya dalam masalah geografi. Pada globe diberinya gambar sejumlah wilayah, Negara, dan laut. Ditentukan pada tiap-tiap wilayah tersebut suatu perhitungan dengan garis bujur dan garis lintang. Ide globe ini merupakan moment baginya sebagai pencipta prinsip-prinsip gambar peta di atas bola.
Berkat metode yang ditemukan, Al-Biruni dapat menciptakan peta dunia yang bulat, dan memindahkannya untuk pertama kalinya dari peta yang bulat ke permukaan kertas yang membentang. Dengan bekal pengetahuan yang ada padanya, ia pun dapat menandai penyebaran Islam di Afrika, Asia, dan Eropa Barat pada peta tersebut. Ilamu pengetahuan yang demikian belum dikenal pada masa Yunani dan Romawi. Sedang Abu Raihan adalah penemu pertama kali metode baru untuk membuat bentuk-bentuk geografis yang besar.
Seorang politikus Al-Biruni adalah juga seorang pakar yang telah menjalani berbagai tantangan yang panjang. Berbagai penjelajah ilmu, penyelidikan, dan observasi telah dilakukan tanpa kenal lelah. Kehidupannya sebagai pakar telah mendarah daging. Sebab itu dunia politik tidak menjadi hambatan baginya mengeluarkan karya-karya ilmiah. Banyak buku telah ia tulis, diantaranya: “Al-Tafhim Li-Awaili Ilmi At-Tanjimi” (Pengetahuan Awal Tentang Astronomi), kemudian lagi karyanya berjudul: “Tahdidu Nibayatil Amakin Li-Tashihi Masafatil”, atau Ilmu Menentukan Batas dan Jarak.” Dua karyanya yang lain adalah: “Al-Kitab Fil Usthurla” (Buku Teropong Bintang) dan “Al-Qanun Al-Mas’udi” (Hukum Ilmu Pengetahuan yang Ditetapkan oleh Al-Mas’udi).”
Dalam bukunya yang terakhir AL-Biruni menjelaskan tentang tujuh bagian dunia. Yakni tentang rakyat Bekal, suatu propinsi di Siberia Timur, rakyat Skandinavia dan menguraikan proses terjadinya logam di Eropa Utara dan Salju di Timur Laut Eropa. Tak lupa pula ia menjelaskan segala sesuatunya secara rinci mengenai mata rantai gunung yang sambung menyambung dari pegunungan Himalaya di India hingga pegunungan Alpen di Eropa. Pengetahuan Al-Biruni tidaklah terbatas pada ilmu alam, melainkan dalam menjelaskan wilayah-wilayah dari peta bumi tersebut juga dapat menceritakan tentang pusat-pusat peradaban dunia yang akan terjadi mendatang. Ternyata di kemudian hari, melalui penjelajahan Colombus yang legendaris itu, prediksi Al-Biruni terbukti kebenarannya. Bahwa perkembangan kebudayaan akan terjadi pada suatu benua, yakni Amerika.
Ia adalah seorang Abu Raihan, pencari kayu bakar yang kemudian dikenal ilmuwan dari Al-Biruni. Demikian tajam pikirannya, demikian luas cakrawala pandangnya sehingga segala sesuatu yang terlihat dan tak terdengar oleh inderanya seolah membisikan suatu hakikat ilmu pengetahuan. Di balik yang tampak, oleh Al-Biruni dapat melihat hakikat. Seperti ketika ia mengamati terjadinya pasang surut air laut. Ia dapat menjelaskan bahwa pasang surut air laut tergantung padaposisi bulan. Sebagaimana ketika ia melihat fenomena alam tentang tanah datar dan pegunungan, kerak bumi, dan perubahan-perubahan geologis yang diikuti gempa bumi, gunung berapi, dan banjir, sehingga laut menjadi daratan dan daratan menjadi laut. Ia dapat menjelaskan semua itu berdasarkan ilmu pengetahuan. Bahkan untuk pertama kalinya, Dialah yang mampu membuktikan bahwa Samudera Hindia menyambung dengan Samudera Atlantik. Tak diragukan kalau kemudian kita juga mengenal Al-Biruni sebagai orang pertama yang berjasa mengetahui geografi Afrika Selatan.
sumber: di sini
No comments:
Post a Comment
Berbagi tak pernah rugi, bagilah ilmu Anda kepada kami. :)